Guru dan Orang tua mana yang tidak miris

Guru dan Orang tua mana yang tidak miris melihat kenyataan di lapangan tentang tingkah laku anak kita?
Awalnya sih sekedar corat-coret
Dulu kita pernah mengkhawatirkan terjadinya peristiwa lakalantas dengan merebaknya kebiasaan para siswa dalam merayakan kelulusan dengan konvoi kendaraan roda dua. Lalu ada sementara tempat para siswa merayakannya dengan menenggak minuman keras sekalipun dengan kadar minuman alkohol yang rendah.

Kini lebih dari itu, mereka merayakan kelulusan dengan kontak tubuh lain jenis yang benar-benar membahayakan. Kita tidak tahu apa yang dilakukan mereka di tempat perayaan itu. Ingat beberapa minggu yang lalu kita membaca di media massa adanya pesta sex ( arisan sex) para siswa-siswi suatu sekolah di kota X?
Kita guru telah berhasil memperjuangkan nasib guru sehingga kesejahteraan diperhatikan oleh pemerintah walau dinilai masih agak tersendat dalam aplikasinya.
Namun apakah kita menyediakan waktu untuk jeda sedikit, dan kita tata kembali prioritas perhatian kita, apakah pada kesejahteraan guru saja atau pada tugas pokok profesionalitas kita selaku pendidik yakni "membentuk manusia yang berakhlak mulia?"
Tujuan pokok ini terabaikan untuk beberapa dekade, hingga kita melihat dengan "hampir tidak percaya" anak didik kita telah jauuuuuuuh terseret budaya pergaulan bebas, dan menghalalkan segala cara untuk memenuhi hasrat mereka. Padahal itu tugas dunia pendidikan. Ibarat penyemai maka guru sebagai tenaga profesi (penyemai) dan ortu sebagai penyedia kader (bibit) tentunya perlu kerjasama yang baik. Berdiri berjajar pada satu sisi menghadapi kebrutalan budaya yang melanda anak bangsa dalam sisi yang lain.
Nyatanya saat ini malah Guru dan Ortu saling berhadapan berlawanan, saling gugat dan saling meyalahkan. Lihat situasi saat ini dengan dalih hak asasi manusia. Akibatnya anak didik kehilangan tempat pinjakan, apakah memihak guru atau ortu karena kedua lembaga ini berlawanan arah.
Mari kita ingat. Banjir Zaman Nabi Nuh as adalah air bah, banjir hari ini adalah budaya pergaulan bebas. Beda wujud, sama bahayanya dan sama akibatnya yakni menenggelamkan dan membunuh anak-anak kita.
Bukan saatnya lagi membahas perahu dan tali mana yang berkualitas untuk menolong anak-anak kita. namun perahu dan tali apa saja yang akan kita GUNAKAN UNTUK MENYELAMATKAN ANAK-ANAK KITA dari arus banjir budaya kemaksiatan.
InsyaAllah...! keadaan telah memasuki tahap DARURAT

MIRIS GAK MELIHAT TINGKAH ANAK DIDIK KITA SEPERTI INI?
Guru dan Orang tua mana yang tidak miris melihat kenyataan di lapangan tentang tingkah laku anak kita?
Awalnya sih sekedar corat-coret
Dulu kita pernah mengkhawatirkan terjadinya peristiwa lakalantas dengan merebaknya kebiasaan para siswa dalam merayakan kelulusan dengan konvoi kendaraan roda dua. Lalu ada sementara tempat para siswa merayakannya dengan menenggak minuman keras sekalipun dengan kadar minuman alkohol yang rendah.
Kini lebih dari itu, mereka merayakan kelulusan dengan kontak tubuh lain jenis yang benar-benar membahayakan. Kita tidak tahu apa yang dilakukan mereka di tempat perayaan itu. Ingat beberapa minggu yang lalu kita membaca di media massa adanya pesta sex ( arisan sex) para siswa-siswi suatu sekolah di kota X?
Kita guru telah berhasil memperjuangkan nasib guru sehingga kesejahteraan diperhatikan oleh pemerintah walau dinilai masih agak tersendat dalam aplikasinya.
Namun apakah kita menyediakan waktu untuk jeda sedikit, dan kita tata kembali prioritas perhatian kita, apakah pada kesejahteraan guru saja atau pada tugas pokok profesionalitas kita selaku pendidik yakni "membentuk manusia yang berakhlak mulia?"
Tujuan pokok ini terabaikan untuk beberapa dekade, hingga kita melihat dengan "hampir tidak percaya" anak didik kita telah jauuuuuuuh terseret budaya pergaulan bebas, dan menghalalkan segala cara untuk memenuhi hasrat mereka. Padahal itu tugas dunia pendidikan. Ibarat penyemai maka guru sebagai tenaga profesi (penyemai) dan ortu sebagai penyedia kader (bibit) tentunya perlu kerjasama yang baik. Berdiri berjajar pada satu sisi menghadapi kebrutalan budaya yang melanda anak bangsa dalam sisi yang lain.
Nyatanya saat ini malah Guru dan Ortu saling berhadapan berlawanan, saling gugat dan saling meyalahkan. Lihat situasi saat ini dengan dalih hak asasi manusia. Akibatnya anak didik kehilangan tempat pinjakan, apakah memihak guru atau ortu karena kedua lembaga ini berlawanan arah.
Mari kita ingat. Banjir Zaman Nabi Nuh as adalah air bah, banjir hari ini adalah budaya pergaulan bebas. Beda wujud, sama bahayanya dan sama akibatnya yakni menenggelamkan dan membunuh anak-anak kita.
Bukan saatnya lagi membahas perahu dan tali mana yang berkualitas untuk menolong anak-anak kita. namun perahu dan tali apa saja yang akan kita GUNAKAN UNTUK MENYELAMATKAN ANAK-ANAK KITA dari arus banjir budaya kemasiatan.
InsyaAllah...! keadaan telah memasuki tahap DARURAT