30 Juli, Dapodikdas Versi 4.0.0 Rilis!

ss
Tampilan Aplikasi Dapodikdas Versi 4.0.0
Jakarta (Dikdas): Untuk meningkatkan performa Aplikasi Data Pokok Pendidikan Dasar (Dapodikdas), Versi 4.0.0 akan segera dirilis pada tanggal 30 Juli 2015. Demikian disampaikan Supriyatno, Kepala Subagian Data dan Informasi, Bagian Perencanaan dan Penganggaran, Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Senin, 27 Juli 2015.

“Ini untuk peningkatan performa Dapodikdas, sehingga versi 3.0.3 diubah menjadi 4.0.0,” ujar Supriyatno di ruang Dapodikdas, lantai 5, Gedung E, Kompleks Kemendikbud, Senayan, Jakarta.

Supriyatno menambahkan bahwa ada perbedaan antara Aplikasi Dapodikdas Versi 3.0.3 dengan Aplikasi Dapodikdas Versi 4.0.0.Pertama, ada penambahan referensi baru yang meliputi wilayah dan operasional. Kedua, pencantuman Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sekolah pada formulir sekolah. Ketiga, entri dan atau update data dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu komputer.

“Seiring dengan rilis Aplikasi Dapodik terbaru itu, operator sekolah diwajibkan untuk melakukan update atau penyempurnaan data, baik yang berhubungan dengan siswa, guru, serta sarana dan prasarana,” tegas Supriyatno.

Perubahan versi di atas, juga terjadi pada Aplikasi Data Pokok Pendidikan Menengah (Dapodikmen) dari versi 8.1.4 menjadi 8.2.0.

Sementara itu, Yusuf Rokhmat, staf Data dan Informasi, menambahkan bahwa rilis Aplikasi Dapodikdas tersebut juga akan diiringi dengan peluncuran wajah baru laman Dapodikdasmen.

“Ada metode tambah peserta didik baru online melalui Dapodikdasmen, sehingga operator sekolah tidak input ulang siswa kelas 7 (SMP),” ujarnya.*

M. Adib Minanurohim.

Mendikbud Ajak PTK Berikan Keteladanan kepada Peserta Didik

Mendikbud Foto Bersama Guru dan Siswa
Ilustrasi. Mendikbud Anies Baswedan berfoto bersama siswa dan guru usai upacara peringatan Hari Guru Nasional di halaman kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Selasa (25/11/2014).
Jakarta (Dikdas): Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengajak guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan untuk memberikan keteladanan dalam berbudi pekerti dan menumbuhkan karakter kepemimpinan peserta didik. Ia juga mengajak untuk mengembangkan budaya sekolah yang bisa menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, berkomunikasi efektif, bekerja sama, dan berkreativitas bagi semua siswa.

“Mulai hari ini, mari kita kuatkan jalinan silaturahmi sekolah dengan keluarga melalui interaksi yang baik dan rutin antara Kepala Sekolah, Guru, Siswa, dan Orang Tua/Wali. Mari kita kembangkan semua itu melalui kegiatan intra-kurikular, ekstra-kurikuler maupun kegiatan non-kurikuler,” ujar Anies dalam sambutan yang dibacakan oleh Kepala Sekolah seluruh jenjang pendidikan se-Indonesia pagi ini, Senin, 27 Juli 2015.

Sekolah, tambah Anies, hendaknya menjadi taman dan ekosistem pendidikan yang penuh tantangan namun menyenangkan bagi semua warganya. “Siswa senang belajar di sekolah, guru-guru tulus dan gembira dalam mendidik serta menginspirasi, Kepala Sekolah yang bersemangat membangun budaya baik di sekolahnya serta membina warganya,” katanya.

Anies berharap, kebiasaan-kebiasaan baik menjadi karakter dan budaya warga sekolah. Kebiasaan itu semestinya dikerjakan dengan rutin agar membentuk budi pekerti. “Perlu diingat bahwa budi pekerti ini bukan hanya tentang siswa, tapi juga budi pekerti dari kita semua di dunia pendidikan; termasuk budi pekerti dari seluruh warga sekolah, dari Siswa, Guru, Kepala Sekolah dan Tenaga Kependidikan lainnya,” tegasnya.

Senin, 27 Juli 2015, merupakan hari pertama masuk sekolah tahun ajaran 2015/2016 bagi siswa-siswi seluruh jenjang pendidikan se-Indonesia. Menyambut tahun ajaran baru tersebut, Kemendikbud mencanangkan gerakan penumbuhan budi pekerti. Diharapkan, melalui gerakan tersebut, peserta didik memiliki karakter kemepimpinan yang mulia sebagai generasi emas penerus bangsa menuju 100 tahun Indonesia Merdeka pada 2045.* (Billy Antoro)

Renungan Bagi Guru: Air Mata dari Tas Seorang Siswi

  
Khususnya untuk para guru. Hendaklah mengetahui kehidupan pribadi siswanya.


Beberapa dari kita mungkin pernah membaca kisah haru seorang siswi dari negeri Yaman. Negeri yang memiliki sejarah panjang. Pusat pemerintahan negeri Saba, yang ratunya sangat terkenal di kalangan kaum Muslim: Ratu Balqis (Bilqis). Negeri tempat Raja Abrahah membangun Ka’bah tandingan. Negeri sebagai sumber penyebaran agama Islam di Indonesia. Sehingga budaya masyarakat pedesaan Indonesia dan penduduk Yaman banyak kemiripan. Berkain sarung, makan memakai sambal terasi, kerupuk, dan sejenisnya.

Meskipun memiliki sejarah panjang dan pernah menjadi pusat peradaban besar. Jika dibanding dengan rata-rata negara Arab lainnya, Yaman tergolong negara miskin. Bahkan sekarang sedang perang saudara. Antara pemerintah dengan milisi Houthi. Sampai-sampai presidennya harus mengungsi ke Saudi.

Kisah ini begitu menyentuh tapi sangat berharga untuk diambil sebagai pelajaran.
Peristiwa ini terjadi di salah satu SMA Putri di kota Sana’a, Ibukota Yaman. Salah satu kebijakan sekolah adalah merazia tas siswa secara rutin. Dilakukan oleh tim khusus. Memastikan tidak ada barang-barang yang terlarang di bawa ke dalam sekolah. Misalnya HP berkamera, foto-foto, alat kecantikan, dan lain sebagainya.

Satu hari, razia dilakukan seperti biasa. Satu persatu kelas diperiksa. Tas dibuka satu persatu. Tidak ada siswi yang kedapatan membawa barang terlarang.
Sekarang tinggal kelas terakhir. Pemeriksaanpun dimulai. Tampak di salah satu sudut kelas seorang siswi terlihat tegang. Siswi tersebut dikenal cerdas dan sopan. Tapi juga memiliki sifat tertutup dan pemalu. Jarang berbaur dengan siswi-siswi lainnya. Selalu menyendiri.

Dia memandang tim pemerikasa dengan wajah cemas. Tangannya mencengkram tas yang di bawa. Semakin dekat tim pemeriksa, wajahnya semakin ketakutan.

Tidak lama kemudian tibalah gilirannya untuk diperiksa. Dia semakin kuat memegang tasnya. Tidak memberi izin tim pemeriksa membukanya.

“Bukalah tasmu...” kata tim pemeriksa. Tapi siswi tersebut malah memeluk tasnya. “Berikan tasmu...” tim menegaskan. “Tidak...” kata siswi tersebut dengan wajah takut bercampur sedih dan panik.

Kegaduhanpun terjadi. Tangan mereka saling berebut. Siswi tersebut memeluk tasnya semakin erat. Bahkan sekarang sambil menangis. Siswi-siswi yang lain dan para guru terkejut dengan kejadian ini. Karena siswi tersebut dikenal pintar, disiplin, sopan. Bukan siswi yang amburadul. Tidak mungkin membawa yang aneh-aneh di tasnya. Tapi kenapa tidak mau diperiksa?

Setelah berdiskusi sebentar. Tim pemerikasa sepakat untuk membawa siswi tersebut dengan tasnya ke kantor sekolah. Mereka mengawalnya dengan ketat. Jangan sampai ada kesempatan membuang sesuatu dari dalam tasnya. Siswi tersebut kini memasuki kantor sekolah, sambil terisak serta air mata yang terus mengalir.

Karena perilakunya selama di sekolah baik dan tidak pernah bermasalah. Kepala sekolah menenangkan hadirin. Dan meminta siswi lainnya kembali ke kelas masing-masing. Guru-guru lainnya juga dimohon untuk keluar. Hingga yang tersisa hanya tim pemeriksa, kepala sekolah.

Kepala sekolah berusaha menenangkannya. Lantas bertanya dengan lembut. “Apa yang engkau sembunyikan wahai putriku...?

Setelah beberapa kali mencoba. Akhirnya siswi itu menyerah. Dan dengan berat hati membuka tasnya. Apa sebenarnya yang berada di sana?

Tidak ada benda-benda terlarang atau haram. Telpon genggam, foto-foto, apalagi narkoba. Semua tidak ada.Di sana hanya ada alat tulis dan potongan-potongan roti.
Tim pemeriksa menanyakan roti yang tampak aneh. Dipotong tidak karuan dengan berbagai macam jenis.

Setelah lebih tenang, siswi itu berkata “Roti ini adalah sisa-sisa dari para siswi yang mereka buang. Aku kumpulkan diam-diam. Aku pakai sarapan sebagian, sebagiannya aku bawa pulang untuk kubagikan ke keluargaku. Ibu dan saudara-saudaraku tidak pernah memiliki makanan yang cukup. Mereka akan selalu kelaparan bila aku tidak membawakan sisa-sisa roti ini.”

“Inilah yang membuat aku menolak membuka tas. Aku tidak mau dipermalukan di hadapan teman-temanku di kelas. Nanti mereka mengejekku, yang membuat aku tidak bisa lagi memungkut sisa-sisa roti mereka. Bahkan mungkin aku akan berhenti sekolah karena malu.”

Saat itu juga semua yang hadir tertegun. Semuanya menitikkan air mata.

Ini hanyalah salah satu tragedi yang ada di dunia ini. Tidak menutup kemungkinan kehidupan yang dramatis seperti ini ada di sekitar kita. Tetangga, satu desa, satu kota atau di daerah lain. Sementara kita tidak mengetahuinya. Atau terkadang menutup mata. Hanya sibuk dengan urusan pribadi.


Khususnya untuk para guru. Hendaklah mengetahui kehidupan pribadi siswanya. Keadaan keluarga dan ekonominya. Kenali mereka dengan baik. Berikan mereka perhatian dan kasih sayang. Jika satu saat keluarganya sendiri tidak bisa diharapkan atau keluarganya memang tidak ada. Siapa lagi tempat mereka mengadu dan berkeluh kesah selain gurunya? Karena sekolah merupakan rumah kedua bagi anak-anak. Guru adalah orang tua berikutnya.

*) Ditulis oleh Lukman bin Saleh, Guru di di SDN 1 Bayan - Lombok Utara [SekolahDasar.Net | 17/05/2015]